Novel yang berjudul Pada Sebuah Kapal karya Nh.Dini ini menceritakan kisah perjalanan hidup seorang wanita yang bernama Sri. Kisah Perjalanan hidupnya di awali ketika Ia pulang sekolah,waktu itu Ia baru masuk tahun ajaran baru tepatnya Ia berumur tiga belas tahun. Sepulang sekolah dia merasa ada yang aneh, karena rumahnya tidak sesepi biasanya. Sesampainya Ia di depan pintu rumah, kakak laki-lakinya keluar dari pintu yang mengarah ke kamar tamu menatap dengan gerakan yang hamper berlari mendekatinya, dan dia pun di peluk dengan erat. Tiba-tiba dia mendengar suara yang parau di sela-sela isakan kakakya “Ayah sudah pergi.”, dia pun menjawab “ Jadi dia sudah pergi .”( berfikir pergi untuk kembali ), kemudian ibu nya datang menghampirinya dan membiarkan dirinya di dekap dengan mesra oleh ibunya. Seorang demi seorang kakaknya yang perempuan memeliknya, merekan memeluk dengan cara kesedihannya. Dia pun lemah tak berdaya menghadapi berita tersebut, dan seseorang menarikku untuk masuk ke kamar di mana terletak tubuh ayahnya. Dia merasa sesuatu yang berat dalam dirinya. Ayahnya meninggal karena selama masa hidupnya menderita oleh tubuhnya yang kurus da panas, sisa penanggungan di zaman pendudukan belanda. Sri adalah seorang anak yang selalu membanggakan ayahnya, kesehariannya lebih dekat dengan ayahnya dibandingkan dengan ibunya, semasa ayahnya masih hidup mereka menghabiskan waktunya di samping rumah untuk melukis, menanam dan merawat berbagai macam pohon dan bunga. Oleh karena itu dia sangat kehilangan atas kematian ayahnya. Ketika dia berumur tujuh tahun ayahnya mendaftarkan dia kesanggar tari. Sebulan kemudian dia merasa bahwa gurunya senang akan kemajuannya. Impiannya waktu itu ialah menari di bangsal sekolahnya pada hari-hari perayaan. Dan menjelang akhir tahun pelajaran, dia menari untuk pertama kalinya di depan orang banyak, dia menarikan tari serimpi dan tarian keratin yang berisi gerakan berhias dan permainan keris. Sejak hari itu ayahnya menaruh perhatian yang tersendiri mengenei tingkatan-tingkatan pelajaran tarinya. Setiap dia pulang menari, ayahnya selalu bertanya gerakan baru apa yang sudah dia kuasai dan berapa banyak murid yang datang. Dan ayahnya pun mengusulkan agar dia membawa kain yang lebih bagus warnanya dan sebagainya. Dan ibunya pun memberikan kain batik buatannya sendiri, kain batik dengan warna coklat kekuningan dengan gambar yang tampak jelas ketika terkena sinar lampu yang terang, dengan bentuk parang rusak kecil-kecil amat teratur, kain itu adalah hadiah yang berharga baginya mengingat perlakuan ibunya yang selama ini tidak menginginkan adanya dirinya dengan alasan empat anak sudah cukup dengan pengeluaran biaya yang besar baginya. Tetapi perlakuan ibunya selama ini tidak membuat dirinya benci kepada ibunya, dia haya menganggap bahwa dia tidak pernah merasakan hubunhan yang lebih rasa hormat seorang anak kepada ibunya. Ayah dan ibunya sangat bangga karena dia sanggup menarikan tarian keraton, dan dia pun selalu memakai kain batik pemberian ibunya itu pada waktu dia menari dengan pakaian lengkap.
Sri memasuki Sekolah Menengah Pertama dengan serba kebaruan. Namun kebaruan tersebut lebih-lebih merupakan kekosongan bagi dirinya karena kematian ayahmya. Awalnya dia tidak percaya dengan kepergian ayahnya, setiap Ia pulang sekolah, dia selalu mengharapkan suatu keajaiban datang dalam kehidupannya, suatu keajaiban yang dapat mengembalikan ayahnya pulang kerumah, namun dia sadar itu merupakan suatu kesalahan dan suatu kekeliruan karena ayahnya tidak mungkin kembali lagi di tengah keluarganya. Setelah dia ditinggalkan oleh ayahnya, dia sering pergi ke gedung kecil tempat dimana orang dapat mendengar suara gamelan yang lenbut dan penuh gairah dan semangat. Dia selalu datang ke tempat itu ketika tidak ada latihan untuk tingkatannya, dia duduk memukul gamelan, dan keisengannya itu memberikan keuntungan yang selama ini sangat berharga baginya. Dia menari, memukul dan mengenal gamelan, dan akhirnya dia belajar menembangkan pantun-pantun yang bersendukan aneka perasaan.
Sri adalah wanita yang pendiam, kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang penting saja, apalagi setelah kematian ayahnya, dia semakin menjadi wanita yang pendiam, tetapi ketika ada seseorang yang mengajaknya untuk mengikuti latihan kepanduan, dia mulai bisa berbicara, dan dia mulai bisa mengemukakan pendapat di depan sekelompok temannya. Bahkan setahun kemudian dia berani menerima tanggung jawab sebagai guru tari, menggantikan guru tari yang kadang-kadang tidak datang untuk mengajarkelas di bawahnya.
Pada suatu hari dia melihat ibunya berbicara mengenai dirinya kepada seorang kenalan yang sudah lama tidak berkunjung kerumah. Dan ibunya berkata “Sri masih seperti dulu, tidak banyak bersuara, bisanya hanya berbicara dengan kucing, dengan ayam atau tanamannya di kebun muka itu.” Dia mengetahui hari itu, bahwa ibunya tidak sejahat yang dipikirkannya semula. Ternyata ibunya juga mempunyai waktu untuk memperhatikan apa yang dikerjakannya dan pertumbuhan usianya. Dia tersenyum mendengarkan percakapan ibunya dengan orang tersebut. BERSAMBUNG..... !!!!
Sri memasuki Sekolah Menengah Pertama dengan serba kebaruan. Namun kebaruan tersebut lebih-lebih merupakan kekosongan bagi dirinya karena kematian ayahmya. Awalnya dia tidak percaya dengan kepergian ayahnya, setiap Ia pulang sekolah, dia selalu mengharapkan suatu keajaiban datang dalam kehidupannya, suatu keajaiban yang dapat mengembalikan ayahnya pulang kerumah, namun dia sadar itu merupakan suatu kesalahan dan suatu kekeliruan karena ayahnya tidak mungkin kembali lagi di tengah keluarganya. Setelah dia ditinggalkan oleh ayahnya, dia sering pergi ke gedung kecil tempat dimana orang dapat mendengar suara gamelan yang lenbut dan penuh gairah dan semangat. Dia selalu datang ke tempat itu ketika tidak ada latihan untuk tingkatannya, dia duduk memukul gamelan, dan keisengannya itu memberikan keuntungan yang selama ini sangat berharga baginya. Dia menari, memukul dan mengenal gamelan, dan akhirnya dia belajar menembangkan pantun-pantun yang bersendukan aneka perasaan.
Sri adalah wanita yang pendiam, kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang penting saja, apalagi setelah kematian ayahnya, dia semakin menjadi wanita yang pendiam, tetapi ketika ada seseorang yang mengajaknya untuk mengikuti latihan kepanduan, dia mulai bisa berbicara, dan dia mulai bisa mengemukakan pendapat di depan sekelompok temannya. Bahkan setahun kemudian dia berani menerima tanggung jawab sebagai guru tari, menggantikan guru tari yang kadang-kadang tidak datang untuk mengajarkelas di bawahnya.
Pada suatu hari dia melihat ibunya berbicara mengenai dirinya kepada seorang kenalan yang sudah lama tidak berkunjung kerumah. Dan ibunya berkata “Sri masih seperti dulu, tidak banyak bersuara, bisanya hanya berbicara dengan kucing, dengan ayam atau tanamannya di kebun muka itu.” Dia mengetahui hari itu, bahwa ibunya tidak sejahat yang dipikirkannya semula. Ternyata ibunya juga mempunyai waktu untuk memperhatikan apa yang dikerjakannya dan pertumbuhan usianya. Dia tersenyum mendengarkan percakapan ibunya dengan orang tersebut. BERSAMBUNG..... !!!!