Sepoi angin membawa  suara yang indah dari langgar masuk ke telingaku, hilir berganti orang melewati depan rumah ku. Ketika itu aku sedang duduk sendiri di sofa yang sudah lusuh yang berada  di depan rumah, di atas sofa lusuh itu aku selalu menghayal, bahkan kerjaan ku sehari hari yaitu sebagai penghayal. Yang sering ada d fikiran ku yaitu, “akan kah kelak aku akan seperti mereka,bisa berjalan dengan normal, dan bisakah aku terbebas dari semua ini, ingin rasanya aku seperti mereka,hidup normal adalah salah satu impianku dari dulu, dapat bersekolah, bermain sepeda, bermain bola, berlari-lari riang ke sana ke mari”, itulah hayalan sekaligus harapan ku..,

7 tahun yang lalu tepatnya, saat itu usiaku masih 10 tahun, dengan kondisi atu keadaan tubuhku yang tidak wajar, ku tidak seperti anak-anak pada umumnya, aku memiliki ke tidak sempurnaan, memang benar semua manusia tidak lah ada yang sempurna, tapi ketidak sempurnaan padaku sangatlah terlihat, dengan fisik yang sangat tidak normal, orang biasa menyebutkan hal itu padaku dengan kata CACAT ya si cacat mereka menyebut nama ku, bahkan bukan hanya orang lain saja yang melontarkan kata-kata itu melainkan juga ibuku sendiri. Aku tinggal bersama nenek,bibik dan ibu,aku di rawat oleh nenek dan bibik, dalam hal merawat dan memperhatikan ku, aku tidak sertakan nama ibu, karena di sibuk dengan kerjanya. Mungkin juga ibu tidak merawat ku karena ibu tidak sayang padaku, Ya mungkin karena hal itu. aku pernah mendengar cerita dari orang lain, ketika itu mereka sedang lewat di depan rumah,mereka melihat aku sedang duduk di sofa,bukan sapa yang mereka lontarkan tetapi mereka membicarakanaku, yang aku dengar dalam obrolan nya yaitu bahwa aku cacat seperti ini karena dulu waktu ibu mengandung aku, ibu sering sekali mengkonsumsi alcohol dan menghisap rokok, dan sedihnya lagi ternyata waktu itu ibu berusaha untuk menggugurkan kandungannya(aku ketika masih didalam kandungan). Entah apa alasan ibu berbuat seperti itu.

Ledekan dari anak-anak pun sering sekali aku dengarkan, oleh karena itu ibu tidak memperbolehkan aku untuk keluar dari rumah, alasanya yaitu karena ibu malu pada tetangga karena  mempunyai anak caacat seperti aku. Tapi nenek dan bibiku berbeda, mereka sangat menentang aturan dari ibu untuk tidak memperbolehkan aku keluar dari rumah. Kadang nenek mengajak aku keluar rumah bahkan pergi ke taman ketika ibu sedang tidak ada. Ayah, ya sosok ayah tidak pernah aku dengar apalagi melihatnya di rumah ini, bahkan aku tidak tahu siapa ayahku dan di mana dia tinggal, sangat sering aku tanyakan hal itu pada ibu, tapi ibu tidak pernah menjawab pertanyaan dari ku tetapi dia menghiraukan pertanyaan ku itu.

 Siang hari ketika ibu sedang pergi untuk bekerja, nenek mengajak aku duduk di sofa lusuh di depan rumah, kala itu aku berkesempatan bertanya soal ayahku pada nenek. “nenek siapa ayahku dan di mana dia?”, “ayah mu sudah meninggal, dan jangan lagi kamu menanyakan hal ayah mu lagi”. Jawab nenek yang di sertai dengan peringatan jangan pernah tanyakan hal ayah lagi padanya.karena rasa penasaran yang sangat besar dari hati ku ini aku menghirawkan peringatan dari nenek tadi, aku bertanya lagi tentang ayah “ayahku sudah meninggal, dia meninggal kenapa, apa dia sakit dan apakah dia meninggal karena kecelakaan, dan kenapa aku tidak boleh bertanya tentang ayah?” sangat banyak pertanyaan yang aku lontarkan pada nenek, belum sempat nenek menjawab pertanyaan ku. Tanpa aku sadari ternyata ibu sudah pulang dari kantornya, dan ternyata ibu mendengar apa yang aku tanyakan sama nenek. Dari balik pintu depan rumah ibu menjawab pertanyaan ku tadi yang aku tanyakan sama nenek.”sepertinya kamu sangat penasaran sekali ingin tahu tentang ayah mu, ok saya akan kasih tau, bahwa ayah mu meninggal bunuh diri, dia bunuh diri karena malu punya anak cacat seperti kamu”.  Tanpa pikir panjang nenek menyuruhku untuk masuk ke kamar seusai ibu berbicara kasar pada ku. Setelah aku masuk ke kamar nenek dan ibu tampaknya sedang berdebat, diam diam aku mendengarkan pembicaraan mereka di balik pintu kamar, dalam pembicaraan mereka aku dengar nenek menasehati ibu “jangan pernah berbicara seperti itu lagi sam Liyan, dia tidak tahu apa-apa, jangan selalu menyalahkan dia, ayahnya pergi it karena salahmu, bukan salah liyan” ucap nenek dengan suara yang menghentak. “ salah ku? Apa salahku? Memang benar kan dia pergi semenjak si cacat lahir ke dunia ini!” jawab ibu, “ kamu masih bertanya apa  salahmu! Budi pergi karena kamu tidak menceminkan sebagai sebagai seorang istri, kamu  tidak pernah ada di rumah, pergi pagi untuk kekantor, pulang malam dengan keadaan mabuk. Sedangkan suami mu pulang kerja dengan keadaan yang capek harusnya beristirahat tapi ngurus Liyan, wajar kalau budi meninggalkan kamu”. Aku sangat kaget ketika mendengar nenek marah, karena itu baru pertama kalinya aku tau nenek ketika sedang marah dengan nada suara yang meninggi. Ya memang ibuku itu selalu pulang malam dan dalam keadaan mabuk, pernah aku melihat ibu pulang dalam keadaan seperti itu, dan ibu tidak pernah pula memberikan perhatian pada ku apalagi mengurus ku seperti yang di lakukan ibu-ibu lain pada anak-anaknya. Setiap hari aku di asuh dan di urus oleh nenek dan bibiku, meskipun bibi tidak serutin nenek karena bibi juga bekerja, bibik hanya memmandikan aku setiap hari dan jika hari libur kerja bibik selalu bawa aku dan nenek jalan-jalan ke taman tanpa diketahui ibu. Balik lagi ketika nenek marah. Ketikaa mendengar ucapan nenek ketika marah tanpa terasa air mataku menetes, “ ayah masih ada, ayah belum meninggal , aku harus ketemu ayah, aku ingin tahu seperti apa sosok ayah ku itu”. Tapi aku juga bingung kenapa nenek bohong sama aku tentang ayah, nenek bilang sama aku kalau ayah udah gak ada(meninggal) sementara yang aku dengar ketika nenek bertengkar dengan ibu, nenek menyatakan bahwa ayah belum meninggal tapi ayah meninggalkan rumah karena salah ibu yang gak pernah ngurus aku.

Perdebatan nenek dan ibu pun selesai, didalam kamar aku masih berada di balik pintu, di balik pintu itu aku dengar seperti suara sepatu yang menuju ke arah pintu utama rumah, dengan penasaran aku langsung lari menuju jendela kamarku itu, dan aku lihat ternyata itu ibu, ibu terlihat seperti biasanya, pergi sama teman-temannya untuk mabuk. Sangat sering aku erasa iri pada anak-anak orang tua nya utuh, yang selalu di perhatikan oleh kedua orangtuanya, mereka yang bermain bola dengan ayahnya, bermain bersama dengan keduanya,di antar ke sekolah dan sebagainya, tapi aku, aku yang hanya berada di dalam pagar rumah melihat mereka yang tak pernah aku rasakan.

Matahari mulai tenggelam sedikit demi sedikit sehingga langit biru berubah menjadi jingga, kala itu aku berdiri di pintu pagar rumah aku terus melihat kea rah gang rumahku itu menanti kedatangan bibi dari tempat kerjanya, ingin cepat-cepat aku tanyakan hal ayah pada bibik ingin aku menanyakan kenapa nenek bohong sama aku tentang ayah, dari kejauhan aku melihat bibik sedang berjalan di gang itu, ingin rasanya aku keluar dari pagar rumah ini untuk menghampiri bibik dan mearik tangannya agar cepat sampai di rumah. Tak sabar aku ingin bertanya pada bibik, tapi apa daya di balik pintu pagar yang selalu terkunci, dan setelah sabar menunggu lama akhirnya bibik tepat berada di depan ku dan membuka pintu pagar itu, dan langsung aku aku tarik tangan bibi untuk duduk di sofa lusuh kesayangan ku lalu aku langsung menanyakan hal yang sudah dari tadi ingin aku tanyakan mungkin bibik heran kenapa ddengan ku menarik-narik tangannya “ ada apa kamu tarik-tarik tangan bibik, sayang? Bibik baru pulang kerja!” ia memang karena rasa penasaran aku sampai tidak memperdulikan keadaan bibik yang masih capek yang baru saja pulang kerja “ aku ingin tanyakan sesuatu bi?” “ kamu mau Tanya apa sih sampe tangan bibik di tarik-tarik?”,” bi tadi siang aku Tanya soal ayah sama nenek, tapi nenek bilang ayahku sudah meninggal, trus nenek juga melarang aku untuk menanyakan hal ayah lagi, pertanyaan aku itu terdengar oleh ibu, lalu ibu jawab pertanyaan aku itu kata ibu ayah meninggal bunuh diri karena ayah malu punya anak cacat seperti aku, sebenarnya mana jawaban yang benar bi?” aku ceritakan apa yang terjadi tadi siang” jawaban yang benar yaitu nanti kamu akan mengetahui sendiri kelak jika kamu sudah besar”. “ tapi kenapa harus nunggu aku besar bi?” Tanya ku lagi, “ karena kamu sekarang masih kecil, sayang!” jawab bibi sambil mengelus rambutku yang sudah rapi karena sudah di sisir oleh nenek.

Sekolah, ya aku sangat ingin sekolah tapi ibu melarang aku untuk sekolah, alasannya tetap sama, ibu takut jika ada teman-temannya yang tahu kalau ibu punya anak cacat seperti aku. Menurut bibi aku sangat berbakat dalam pelajar berhitung, ya di katakana berbakat karena dalam ke seharian aku tidak sekolah tetapi aku belajar bersama bibi, nah bibi melihat dari situ bakatku dalam setiap diajarkan tentang berhitung itu. Sebenarnya nenek dan bibi pernah berniat masukan aku ke sekolah tapi ibu melarang, ibu mengancam nenek dan biibi, jika aku d masukan ke sekolah, maka aku akan di tempatkan di tempat  yang khussus anak autis, nenek dan bibi sangat tidak ingin jika aku masuk ke tempat seperti itu, karena sebenarnya aku tidak autis.

Sesekali aku di ajak bermain ke luar tentunya oleh nenek dan bibi keluar rumah untuk bermain, ketika bibi sedang libur, dan tentunya ketika ibu sedang tidak ada di rumah.  Kala itu aku di ajak ke taman. Di sana aku lihat seorang anak sedang duduk di kursi roda dengan kuas bertinta di tangannya. Ketika aku melihat anak itu aku  merasa sangat bersyukur dengan keadaan ku saat itu. Ya, bagaimana aku tidak bersyukur,aku memang mempunyai kekeurangan tetapi kekurangan itu ada yang lebih parah dari ku. Pikiran seperti itu sampailah di otak ku, jahat sekali aku ini bias-bisanya aku berpikiran seperti itu. Adahal mungkin dia yang bisa di katakana lebih sempurnna dari aku, karena di memiliki kedua orangtu yang lengkap. Kedua orangtuanya berda di sampingnya selalu, dan sangat menyayanginya. Dan memang setiap manusia tidak lah ada yang sempurna. BERSAMBUNG…………………..!!!!!!!!!!!!!